17 November 2011

avie dan humar

Sekitar September lalu, aku bertemu Humar. Sejak itu kami akrab. Kami berdua tak pernah bertanya soal kenapa kami bisa akrab atau malah banyak kesamaan. Salah satunya, kalau mau menyambangi rumah seseorang tak ujug-ujug namun bikin janji dulu. Kalau itu dilanggar, jangan salahkan siapa pun kalau pintu rumah tak dibukakan. Kami berdua tahu itu. Dan, saya langsung mengujinya dan tahu akibatnya. Ternyata untuk seorang teman kami berdua pun tak lulus uji. Humar membukakan pintu rumahnya untukku dan kami pun ngobrol meski sejenak.



Tadi siang, aku menelepon Humar.
"Mau ikutan pameran gak?"
"Pameran di mana?"
"Di JCC."
"Kok tiba-tiba," ujar Humar, lelaki yang telah berusia 80 tahun sebaya almarhum ayahku, "kalau di JCC kan pameran besar."
"Ya, memang pameran besar berkelas internasional pulak," jawabku, "jadi mau ikutan pameran gak? Pameran ini untuk mensukseskan Indonesia sebagai ketua ASEAN. Diikuti 300 peserta pilihan, 200 dari Indonesia, 100 sisanya dari 9 negara ASEAN."
"Ah, yang benar ah, masak pameran sebesar itu mendadak," ujar Pak Humar.
"Kalau mau ikutan pameran, temui saya setelah magrib di JCC," jawabku, "siapkan saja semua materi pameran. Dan, kalau beruntung nanti bisa dapat stan kosong."


Humar -yang anaknya seorang pebalet yang terkenal dari Indonesia yang pernah berkiprah di mancanegara, Linda Humar- pun datang bersama istri. Sementara aku sedang menata stan.

"Eh, istriku sampe gak percaya kalau ada pameran sebesar ini mendadak," ujar Humar begitu ketemu, "makanya sekarang dia ikut dan penasaran."
Ya, biar saja," jawabku, "sekarang Pak Humar ke Ruang Nuri yang ada di bawah. Terus temui Bu Eva dari kantor Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil. Biang saja dari saya. Kalau memang ada tempat yang masih kosong, bisa dipastikan Pak Humar yang akan mengisi."

Humar dan istri pun memenuhi anjuran saya. Selang setengah jam kemudian, dengan senyum lebarnya, Humar kembali menemui saya lagi yang masih menata stand. 


"Gimana?" Tanyaku. "Alhamdulillah," ujar Humar, "aku dapat stan." Kami berdua pun tersenyum lebar. Kami tertawa bersama di malam itu.




ASEAN EXPO 2011
18-20 November 2011 

Cendrawasih Room Jakarta Convention Centre
Booth No. 192.






Kenapa aku suka dengan Pak Humar?
Aku ingat sudah sejak aku berusia sekitar 14-15 tahun, aku selalu punya teman -dalam artian sebenarnya sebagaiman kita berteman dengan yang seusia- yang sangat jauh lebih tua. Bahkan temanku ada yang berusia di atas usia Ayahku. Aku cepat akrab dengan mereka yang berusia jauh di atasku dan bisa ngobrol seakan kami sebaya. Lata anak sekarang, obrolan kami nyambung.


Dan, satu lagi yang aku sukai, dalam usia 80 tahun itu, Pak Humar masih semangat berkarya. Sehari-hari, sebagai insinyur lulusan ITB dan serombongan BJ Habibie ketika mendapat bea siswa ke Jerman, Pak Humart masih memimpin usaha yang dibangunnya sejak muda -perusahaan perencana bangunan dan desain interior. Aku kerap terbersit keinginan, jika kelak di usia yang 80-an masih bisa berkarya macam Pak Humar, sungguh berbahagianya hidup di dunia ini.

Dan, boleh jadi yang membuat kami cepat akrab, kesukaan Pak Humar terjadap benda seni. Selain kami berdua punya tai lalat yang sama-sama nemplok di hidung. Sama banget letak dan besarnya. 


Duh. 

No comments:

Post a Comment